BAB 14
ANALISIS INVESTASI LANJUTAN: PENDEKATAN ADJUSTED
PRESENT VALUE
PENDAHULUAN
Pada
bab ini membicaran tentang analisis invetasi dengan dengan kerangka miller
yaitu metode Adjusted Present Value
(APV). Metode ini bisa dipakai sebagai alternatif dari metode biaya modal
rata-rata tertimbang. Metode biaya modal rata-rata tertimbangn sering disebut
sebagai metode text-book karena
setiap buku teks keuangan praktis membahas isu tersebut. Metode APV praktis
lebih baru dibandingkan metode biaya modal rata-rata tertimbang. Kedua metode
tersebut bisa dipakai bersama-sama. Masing-masing mempunyai kelebihan dan
kekurangan.
METODE ADJUSTED
PRESENT VALUE (APV)
Kerangka
APV
Variasi lain dari WACC (weighted average cost of
capital, atau biaya modal rata-rata tertimbang) dalam analisis investasi adalah
APV (Adujsted Present Value). APV menggunakan prinsip value additive
(penambahan nilai), dengan mengambil ide dari model struktur modal Modigliani
Miller (MM). Menurut MM dengan pajak, nilai perusahaan dengan hutang adalah
nilai perusahaan 100% saham ditambah dengan penghematan pajak dari hutang
(bunga bisa dipakai sebagai pengurang pajak). APV dengan demikian dihitung
dengan menambahkan nilai base-case plus manfaat dari pinjaman (financing),
seperti berikut ini :
APV =
Base-case NPV + NPV dari keputusan pembelanjaan karena memutuskan melakukan
proyek
Base case NPV dihitung melalui asumsi proyek dilakukan
dengan menggunakan saham semuanya (100% saham). Sumber NPV dari keputusan
pendanaan (financing decision) tidak hanya dari penghematan pajak, tetapi juga
dari sumber lain, misal pinjaman yang disubsidi oleh pemerintah.
Peningkatan
Kapasitas Pinjaman
Misalkan perusahaan ingin mempertahankan rasio hutang
sebesar 40%. Dengan bertambahnya aset, maka hutang yang bisa dipinjam oleh
perusahaan juga akan semakin meningkat (untuk mempertahankan rasio yang sama).
Jika perusahaan melakukan usulan investasi, maka asetnya akan bertambah, dan
karenanya kapasitas pinjaman juga akan bertambah. Apakah kapasitas pinjaman
yang bertambah tersebut mempunyai nilai? Jika bunga yang dibayarkan bisa
dipakai sebagai pengurang pajak, maka semakin besar bunga yang dibayarkan, akan
semakin besar penghematan pajak yang diperoleh. Dengan kata lain, penambahan
kapasitas hutang akan mendatangkan nilai bagi perusahaan.
PERBANDINGAN APV DAN WACC
Secara teoritis, analisis investasi dengan metode APV
dan WACC akan menghasilkan angka dan kesimpulan yang sama. Dengan menggunakan
metode APV, dimana hanya penghematan pajak saja yang kita analisis (penghematan
lainnya seperti subsidi pinjaman dianggap tidak ada).
Analisis
dengan APV
Dengan menggunakan APV, maka kita akan menghitung
formula berikut ini :
APV = NPV
100% saham + PV penghematan pajak dari bunga
= ( Kas / ks ) + ( Tingat pajak ×
Hutang )
Analisis
dengan WACC
Jika kita menggunakan WACC, kita akan menghitung biaya
modal rata-rata tertimbang. Pertama, kita harus menghitung biaya modal saham
yang baru, yang mencerminkan tambahan hutang. Dengan menggunakan formula yang
dikembangkan oleh MM seperti berikut ini, kita bisa menghitung ks yang baru.
ks = ro + B
/ S (1 – tc) (ro – rb)
Net Present Value (NPV) dengan menggunakan WACC adalah
:
NPV = (Kas
tersedia untuk pemegang saham / WACC) – Investasi
Perbandingan
APV dengan WACC
Pembahasan di muka menunjukkan bahwa APV dan WACC
secara teoritis menghasilkan kesimpulan yang sama. Keduanya juga menggunakan
aliran kas yang tidak dipengaruhi oleh keputusan pendanaan. Keduanya berbeda
sebagai berikut ini. Pada APV, NPV dasar (base) kemudian ditambahkan dengan PV
manfaat dari keputusan pendanaan. Sedangkan pada WACC, pengaruh keputusan
pendanaan terlihat pada tingkat diskonto (biaya modal rata-rata tertimbang).
APV menghitung pengaruh keputusan pendanaan secara langsung. Sedangkan pada
WACC pengaruh keputusan pendanaan dilakukan secara tidak langsung, yaitu
melalui tingkat diskonto. Pertanyaan berikutnya adalah dalam situasi apa WACC
atau APV lebih baik dipakai. Berikut ini beberapa pedoman untuk menentukan mana
yang sebaiknya dipakai, dan dalam situasi yang bagaimana.
1.
Jika risiko
proyek konstan selama usia proyek tersebut, maka biaya modal saham dan biaya
modal rata-rata tertimbang akan konstan selama proyek tersebut dilakukan. Dalam
situasi tersebut, WACC cukup praktis digunakan. Dengan menggunakan APV, kita
tidak perlu mengidentifikasi satu-persatu efek keputusan pendanaan. Jika risiko
proyek berubah-ubah selama usia proyek tersebut, maka biaya modal juga akan
berubah-ubah. Pada situasi ini menghitung efek keputusan pendanaan secara
langsung, seperti yang dilakukan oleh APV akan lebih praktis.
2.
WACC berbicara
mengenai rasio hutang, sedangkan APV berbicara mengenai tingkat (jumlah)
hutang. Jika jumlah hutang bisa diprediksi dengan baik, maka APV cukup praktis
digunakan. Jika tingkat (jumlah) hutang sulit diprediksi, maka penggunaan APV
menjadi lebih sulit. Contoh, jika rasio hutang terhadap nilai perusahaan tetap,
kemudian nilai perusahaan berubah-ubah, maka jumlah hutang juga akan
berubah-ubah. Jumlah hutang menjadi lebih sulit dihitung Tetapi jika rasio
hutang berubah-ubah, maka WACC menjadi sulit diaplikasikan.
MENGHITUNG BETA
UNLEVERED
Tanpa Pajak
Untuk menggunakan APV, kita membutuhkan biaya modal
saham untuk perusahaan yang menggunakan 100% saham (ro). Dengan menggunakan
formula CAPM, biaya modal saham 100%, bisa dihitung sebagai berikut ini :
ro = Rf +
βU (Rm – Rf)
dimana βU adalah beta perusahaan dengan 100% saham.
Tetapi, biasanya perusahaan menggunakan hutang sebagian. Jarang ada perusahaan
yang menggunakan saham 100%. Kita bisa menggunakan Formula CAPM untuk
menghitung biaya modal saham perusahaan (yang biasanya menggunakan hutang)
seperti berikut ini :
rs = Rf + β (Rm – Rf)
β dalam hal ini adalah beta saham atau risiko
sistematis saham (karena dihitung melalui saham yang listing di bursa) yang
dihitung melalui regresi model pasar (market model), atau menggunakan formula β
= Kovarians return pasar dengan return saham / Varians pasar. Model pasar bisa dituliskan
sebagai berikut ini :
Ri = αi +
βi (Rm) + ei
βi yang diperoleh merupakan risiko sistematis saham i.
Perhatikan bahwa perusahaan biasanya menggunakan hutang sehingga βi tersebut
merupakan beta yang mengandung unsur hutang. Padahal kita menginginkan beta
100% saham untuk menghitung biaya modal saham. Kita bisa melakukan penyesuaian
dengan ‘menghilangkan’ pengaruh beta hutang sebagai berikut ini. Beta
perusahaan dengan saham 100% (beta aset) bisa dianggap terdiri dari beta hutang
dan beta saham. Beta aset tersebut merupakan beta rata-rata tertimbang dari
setiap beta individualnya, seperti berikut ini.
βASET = (B
/ (B + S)) βHUTANG + (S / (B + S)) βSAHAM
βHUTANG biasanya sangat kecil, sehingga bisa dianggap
nol.
Karena itu persamaan di atas bisa dituliskan sebagai
berikut ini :
βASET = (S
/ (B + S)) βSAHAM
Dengan melakukan beberapa manipulasi, beta saham bisa
dihitung sebagai berikut ini :
βSAHAM =
βASET (1 + (hutang / Saham))
Dengan
Pajak
Dalam dunia dengan pajak, kita bisa menggunakan
formula Modigliani-Miller sebagai berikut ini untuk menurunkan beta aset (beta
perusahaan dengan 100% saham) :
VL = VU +
tc . B = B + S
Persamaan di atas mengatakan bahwa nilai perusahaan
dengan hutang sama dengan nilai perusahaan tanpa hutang ditambah dengan PV
penghematan pajak. Term yang paling kanan mengatakan bahwa nilai perusahaan
dengan hutang sama dengan nilai hutang ditambah nilai saham. Persamaan diatas
(rumus ke 6) menunjukkan bahwa beta aset merupakan rata-rata tertimbang dari
beta sumber dana individual. Karena B +
S = VL dan VL = VU + tc.B, maka beta aset bisa dituliskan berikut ini :
βASET = (B
/ VL) βHUTANG + (S / VL) βSAHAM atau βASET = (VU / VL) βU + ((tc.B)
/ VL) βHUTANG
dimana βU adalah beta untuk perusahaan unlevered
(tidak menggunakan hutang).
Dengan menyamakan rumus diatas (9) dan (10), maka:
(B / VL)
βHUTANG + (S / VL) βSAHAM = (VU / VL) βU + ((tc.B) / VL) βHUTANG
(S / VL)
βSAHAM = (VU / VL) βU + βHUTANG [ ((tc.B) – B) / VL ]
βSAHAM =
(VL / S) (VU / VL) βU + βHUTANG [ ((VL.tc.B) – VL.B) / (VL.S) ]
βSAHAM =
(VU / S) βU + βHUTANG [ ((tc.B) – B) / S ]
Persamaan MM untuk nilai perusahaan dengan hutang
adalah VL = VU + t.B. Dengan kata
lain, VU = VL – t.B. Karena VL = B + S, maka kita juga bisa
menuliskan sebagai berikut : VU = B + S
– t.B. Dengan demikian persamaan di atas bisa dituliskan kembali sebagai
berikut ini :
βSAHAM =
((B + S – t.B) / S) βU + βHUTANG [((tc.B) – B) / S]
βSAHAM = βU.B+
Βu.S- Βu.t.B+ βUUTANG.t.B-βB.B/S
Persamaan di atas bisa disederhanakan menjadi berikut
ini :
βSAHAM = βU
+ βU (B / S) – βU (t.B / S) + βHUTANG (t.B / S) (B / S) – βB
βSAHAM = βU
+ [ βU – βU.t + βHUTANG.t – βB ] (B / S)
βSAHAM = βU
+ [ (1 – t) (βU – βB) (B / S) ]
βSAHAM=(B)
= βU (1 – t)/ S
Beberapa implikasi bisa dilihat dari persamaan di
atas. Pada perusahaan dengan hutang, (B / S) adalah positif. Karena itu term (1
– t) (B / S) akan bernilai positif. Dengan demikian beta saham perusahaan yang
menggunakan hutang lebih besar dibandingkan dengan beta saham 100%. Hasil
semacam itu masuk akal karena hutang meningkatkan risiko perusahaan. Tetapi
peningkatan beta tersebut tidak setajam pada situasi tanpa pajak.
ok
BalasHapus